Anda barangkali sudah pernah mendengar tentang perbedaan antara tilang menggunakan slip biru dan slip merah. Slip biru artinya mengakui kesalahan, membayar denda tepat waktu di bank dan mengambil kembali SIM yang ditahan di kantor polisi. Slip merah artinya tidak mengakui kesalahan, harus mengikuti sidang di pengadilan, membayar denda sesuai keputusan sidang dan mengambil kembali SIM yang ditahan di pengadilan.
Namun, sepertinya perbedaan itu belum cukup dipahami oleh masyarakat dan penerapannya oleh petugas kepolisianpun masih belum seragam di seluruh Indonesia, sebagaimana kisah berikut ini.
Adalah F. Simbolon (36), seorang staf pemasaran di sebuah perusahaan swasta di Pematang Siantar, Sumatera Utara, yang mengalami perbedaan perlakuan itu. Di awal bulan Agustus 2012, ketika mengemudikan mobilnya di kota Medan, ia ditilang polisi karena menerobos lampu merah (tepatnya, pada antrian lampu lalu lintas, ia meneruskan mobilnya walaupun lampu sudah berganti merah).
Waktu itu, Simbolon dihentikan oleh seorang petugas polisi yang berada di sekitar lampu lalu lintas itu. Petugas polisi itu meminta SIM dan STNK Simbolon serta menyatakan pelanggarannya. Meskipun Simbolon melihat ada peluang untuk ‘berdamai’ di tempat, ia memilih untuk tidak melakukannya. Sebaliknya, ia meminta untuk ditilang oleh polisi. “Saya mengaku bersalah, Pak. Silakan ditilang saja”, demikian katanya kepada petugas polisi. Mendengar ketegasan Simbolon, petugas polisipun mulai mengeluarkan pulpen dan membuka buku tilang yang sudah berada di tangannya.
Namun, teringat kepada temannya yang pernah berbicara tetang aturan tilang, Simbolonpun menelepon temannya itu untuk meminta masukan tentang aturan yang berlaku. Si teman lalu menjelaskan kembali tentang perbedaan antara slip merah dan slip biru sebagaimana disebutkan di atas. Ditambahkan pula bahwa menurut UU No 22 THN 2009 Tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan, denda maksimal untuk jenis pelanggaran itu adalah Rp. 500.000. Karena mengetahui bagaimana sibuknya Simbolon, maka temannyapun menyarankan untuk meminta slip biru saja supaya Simbolon bisa langsung membayar denda di Bank dan mengambil SIM kembali di kantor polisi. Dengan demikian, Simbolon akan menghemat waktu, walaupun akan cenderung ‘boros’ di uang sebab ia harus membayar denda maksimal, yaitu Rp. 500.000 (kalau mengikuti sidang, biasanya hakim akan memutuskan denda lebih rendah dari denda maksimal).
Menaggapi permintaan Simbolon agar diberi slip biru, petugas polisi menyampaikan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan antara slip biru dan slip merah; keduanya harus menghadapi sidang di pengadilan. Polisi itu menjelaskan bahwa perlakuan berbeda atas slip meras dan biru sebagaimana disebutkan di atas sekarang ini masih berlaku di Jakarta saja, tetapi tidak (belum) di Medan.
Mendengar penjelasan ini, Simbolonpun kembali menelepon temannya itu. Akhirnya setelah berdiskusi dengan temannya, Simbolon tetap meminta slip biru dan polisipun mengabulkannya (dan menahan SIM). Di lembar tilang itu, polisi menuliskan pasal yang dilanggar dan tanggal untuk menghadiri sidang.
Setelah menerima slip tilang itu, Simbolon langsung datang ke Pengadilan Negeri Medan dengan asumsi bahwa di Pengadilan Negeri Medan ada loket BRI. Ternyata di sana tidak ada loket itu sehingga ia memutuskan untuk pergi ke BRI Putri Hijau, Medan. Di sana, ia menceritakan kisahnya kepada seorang petugas bank itu dan iapun diberi sebuah formulir penitipan denda. Namun karena di surat tilang itu ia tidak menemukan nilai denda yang harus disetorkan, dan petugas bank juga tidak mengetahui jumlahnya atau informasi tambahan lainnya (ditambah lagi penjelasan polisi bahwa SIM tidak akan dititip di kantor polisi, tetapi diserahkan ke pengadilan), maka Simbolonpun mengurungkan niatnya untuk menyetor denda di BRI. Berhubung ia harus segera berangkat ke luar kota untuk bekerja, maka ia memutuskan untuk datang saja nanti ke pengadilan pada tanggal sidang yang tertulis di slip biru.
Sesuai jadwal sidang yang tertulis di slip biru, Simbolon datang ke pengadilan Negeri Medan. Ia mendaftar di loket dan memberikan slip tilangnya. Di loket itu petugas menyampaikan bahwa seharusnya Simbolon sudah menyetorkan denda sebab ia memiliki slip biru, bukan slip merah. Simbolonpun bingung. Ia mengatakan kepada petugas itu bahwa ia sudah ke BRI Putri Hijau tetapi tidak tahu nilai denda yang harus disetor dan polisi penilang juga mengatakan bahwa ia tetap harus ke pengadilan karena perlakuan berbeda atas slip biru dan slip merah belum berlaku di kota Medan. Lalu si petugas di loket itupun mengatakan, “Ya, sudah kalau begitu”, lalu memberikan nomor antrian untuk sidang kepada Simbolon.
Di ruang sidang Simbolon ditanyai oleh Ibu Hakim, “Apa kesalahan Anda?” Simbolon menyampaikan bahwa kesalahannya adalah melanggar lampu lalu lintas. Lalu hakim memutuskan Simbolon untuk membayar denda sebesar Rp. 125.000 ditambah ongkos perkara sebesar Rp. 500. Uang itu lalu dibayarkan Simbolon kepada Jaksa yang ada di ruang sidang itu, dan Jaksapun mengembalikan SIM milik Simbolon yang ditahan. Prosespun tuntas. Simbolon menghabiskan waktu sekitar 1 jam mulai dari melapor ke loket dan mengambil nomor antrian, menunggu panggilan ke ruang sidang, dan menerima kembali SIMnya.
Seusai sidang, Simbolon kembali menelepon temannya dan menyampaikan bahwa sebenarnya prosesnya tidak rumit dan lama. Yang menjadi masalah adalah ketidakjelasan prosedur. Barangkali karena ketidakjelasan itulah ada banyak orang di pengadilan itu yang menawarkan jasa untuk membantu menyelesaikan perkara. Simbolon memutuskan mengerjakan sendiri. Kalau toh akhirnya menggunakan jasa tak resmi di pengadilan ini, mengapa tidak dari dulu saja ia berdamai di tempat dengan polisi. Demikianlah pemikiran Simbolon. Ia memutuskan untuk mengikuti proses formalnya sesuai aturan.
Di akhir percakapan dengan temannnya, ia menyimpulkan bahwa banyak orang memilih melanggar hukum dengan ‘damai di tempat’ hanya karena membayangkan repotnya mengurusi proses sidang dan mahalnya biaya denda di pengadilan. Kenyataannya tidak sepenuhnya benar. Proses tidak terlalu merepotkan; proses menjadi repot hanya karena kita tidak bertanya dan memilih untuk repot yaitu dengan meminta jasa calo. Proses menjadi sederhana kalau kita mau bertanya tentang alurnya kepada petugas dan mengikuti jalur resmi itu. Waktu yang dibutuhkan juga tidak terlalu lama, hanya 1 jam. Terakhir, dendanya bukan denda maksimal yang mahal, tetapi jauh di bawahnya.
Motivasi Simbolon menempuh jalur resmi ini memang bukanlah untuk mendapatkan denda yang ringan karena sejak awal ia telah siap untuk membayar denda maksimal. Alasannya bukan juga karena ia mempunyai uang berlebih. Ia melakukan ini karena sadar bahwa setiap orang yang bersalah harus dihukum dan ia mau memberlakukan prinsip itu kepada dirinya sendiri. Ia memilih jalur resmi ini untuk memuaskan hati nuraninya. Dengan menerima hukuman dan tidak menambah kesalahan dengan menyuap polisi dan menggunakan jasa calo, ia merasa tenteram dan damai di hati. Selain itu, ia berpendapat bahwa setidaknya melalui cara sederhana dan kecil ini, ia turut membantu terciptanya pemerintahan yang bersih di negara ini.
Walaupun sekarang Simbolon sudah lega, namun ia masih menyimpan kegelisahan di hatinya. Mengapa aturan tentang slip biru dan merah tidak diberlakukan di Medan? Mengapa slip biru masih harus mengikuti sidang? Mengapa ucapan polisi berbeda dengan ucapan petugas bank dan berbeda pula dengan ucapan petugas loket di pengadilan negeri Medan? Bukankah ini menunjukkan adanya pemahaman yang berbeda-beda atas sebuah peraturan di kalangan pemerintah sendiri? Ini membuat masyarakat bingung. Seharusnya pemerintah berbenah dalam hal ini.
(Sebagaimana dikisahkan oleh F. Simbolon kepada Positif)
saya juga pernah mengalami hal ini, melanggar peraturan lalin yaitu lampu merah. Walaupun pada saat itu saya masih ngotot tidak bersalah krn menurutku itu masih lampu kuning. 🙂
btw apakah sebenarnya arti lampu kuning? apakah benar hanya hati2 dan siap2 berhenti? hmm…
AKhirnya saya ditilang, lalu saya ambil slipnya (hanya saat itu saya tidak ingat kalau saya ambil slip biru or merah). 2 hari kemudian saya ke PN, lalu saya bertanya dimana pengurusan pengambilan SIM karena saya di tilang? Kemudian saya diarahkan ke kantor dibagian belakang, pengambilan SIM. Saya bayar denda Rp. 20,000 lalu SIM saya terima kembali. Selesai proses nya (kejadian ini thn 2006); sampai sekarang saya belum pernah ditilang kembali, tentu karena tidak pernah lagi melanggar lalin. hehehe.
salam perubahan,
@purwanto_9gian
Saudara Purwanto Siagian, lampu warna kuning menandakan seorang pengendara harus bersiap-siap untuk berhenti (jika sedang dalam keadaan berjalan) atau siap-siap mulai berjalan lagi (jika sedang berhenti).
Salam
Administrator
Dear pak polisi atau admin yg bersangkutan,ngatgl 17 Feb 2018 saya melanggar lalu lintas dengan kesalahan menerobos lampu merah, dan saya dikasih surat tilang yg berwarna merah, polisinya bilang kalo mau damai di tempat harus kasih 100k, saya gak mau jadi saya ikut sidang. Di form yg warna bniru dijelaskan klo pengambilan barang yg ditilang tgl 23/02/18 di pengadilan negeri medan, tapi pak polisinya bilang, silhkan datang hari senin tgl 19/02/2018 di lapangan Merdeka Medan. yg saya ingin tanyakan saya harus kemana ?
apakah ke pengadilan Negeri Medan Atau ke lapangan Merdeka? mohon pencerahannya donk?
@purwanto_9gian saya mau tanya, apakah kalau hari ini kita kena tilang, dalam waktu 2 hari SIM kita sudah ada dipengadilan atau masi di kantor polisi? By: Anak medan
Sy kena tilang krn tidak memakai helm
Sy hrs byr denda brp ya dan bagaimana proses nya di pengadilan manti krn sy tdk pernah ditilang sebelum nya
Mhn info nya
Terima kasih
tolong info nya..saya kena tilang di jln.SM raja.bulan 9 2017..tp krn saya sibuk.jd 2 bulan kmudian baru ada wktu untuk mengambil nya..yg mau saya tanya ?apakah STNK saya berada di samsat atau kantor kejaksaan.
Comment saya pernah juga mengalami hal yg seperti ini tapi tidak menyalakan lampu di siang hari pas kebetulan lampu dekat saya mati/rusak dan kena tilang di lap merdeka medan dikasih surat tilang slip biru,dan SIM C yg ditahan.trus mau damai di kantor sim saya mau dikembaliakn tapi dia minta uang 100.000 tapi saya ngak mau alasannya kalau uang di minta di kantor berarti uang masuk saku nanti dan kalau kita trasper berarti kita telah mebayar denda pada negara.anda pilih mana,,,,yg saya takutkan lagi kalau kasih uang di tempat nanti di bilangan penyuap petugas dan kena pasal lain hahahhaha,,,,, penyelesainya aku ambil jalan sidang dan ngak rumit kok, walau membutuhkan waktu tapi kita telah membantu negara,dari pada bayar di kantor uangnya entah masuk kemana kita tidak tahu,,, allahualam.
Comment saya pernah juga mengalami hal yg seperti ini tapi tidak menyalakan lampu di siang hari pas kebetulan lampu dekat saya mati/rusak dan kena tilang di lap merdeka medan dikasih surat tilang slip biru,dan SIM C yg ditahan.trus mau damai di kantor sim saya mau dikembaliakn tapi dia minta uang 100.000 tapi saya ngak mau alasannya kalau uang di minta di kantor berarti uang masuk saku nanti dan kalau kita trasper berarti kita telah mebayar denda pada negara.anda pilih mana,,,,yg saya takutkan lagi kalau kasih uang di tempat nanti di bilangan penyuap petugas dan kena pasal lain hahahhaha,,,,, penyelesainya aku ambil jalan sidang dan ngak rumit kok, walau membutuhkan waktu tapi kita telah membantu negara,dari pada bayar di kantor uangnya entah masuk kemana kita tidak tahu,,, allahualam.